Minggu, 25 September 2011

Dalam keseharian sering kali kita mendengar ungkapan kalimat alhamdulillah, atau disebut hamdalah, diucapkan. Hal ini terutama untuk menyatakan perasaan bersyukur, penyelesaian suatu pekerjaan, kesembuhan dari suatu penyakit, jawaban terhadap pertanyaan tentang kabar, ungkapan terima kasih dan lain-lain. Apa sesungguhnya makna yang terkandung di dalam hamdalah tersebut?
Arti alhamdulillah pada dasarnya mengembalikan seluruh pujian kepada Allah SWT. Pujian apa pun yang terucap atau tergambarkan di alam ini, semuanya hanyalah milik Allah. Pujian yang sering dialamatkan kepada manusia, keindahan alam, keajaiban suatu kejadian dan sebagainya dalam konsep hamdalah menuju kepada Dzat Yang Satu.
Oleh karena itu tidak akan ada kesombongan yang ditampilkan, tidak akan ada kepongahan yang dipertontonkan oleh siapa pun yang merasa memiliki kelebihan di dalam dirinya, karena mereka sadar semua itu hanyalah property Allah. Yang wajar ditampilkan oleh kita manakala memperoleh pujian atau anugrah nikmat adalah mengucapkan kalimat alhamdulillah dengan sepenuh kesadaran akan maknanya.
Kaum cerdik pandai generasi terdahulu selalu memulai buku-buku karangannya dengan ungkapan alhamdulillah ini. Demikian pula mereka mewajibkan kepada semua khaatib shalat Jumat untuk memulai khutbahnya dengan ungkapan ini berdasarkan contoh Nabi SAW. Mereka tentunya juga ingin mencontoh Allah SWT dalam pembukaan kitab suci-Nya dengan kalimat alhamdulillah seperti termaktub di dalam surah Al-Faatihah.
Dalam kitab kuning Hasyiah Jauhar Tauhid karangan Imam Ibrahim Baijuri, disebutkan bahwa ungkapan alhamdulillah terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu puji qadiim (terdahulu) dan puji haadits (terkemudian). Puji qadiim terbagi dua lagi, yang pertama bahwa pujian itu adalah dari Al-Khaaliq kepada Al-Khaaliq. Ini berarti bahwa ucapan hamdalah adalah pujian Allah SWT kepada Diri-Nya sendiri, pujian ini pastilah milik Allah semata. Contoh pujian ini misalnya seperti tercantum di dalam Alquran bahwa “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS Al-Hasyr 22) dan lain-lain. Ayat-ayat tersebut menyatakan kemahaterpujian Allah di alam semesta ini. Allah memuji Dzat-Nya sendiri adalah suatu kepantasan karena tiada ada yang menandingi-Nya.
Yang kedua hamdalah mengandung makna pujian dari Al-Khaaliq kepada makhluk, yakni Allah SWT memuji makhluknya seperti pujian Allah kepada para nabi. Salah satu contoh pujian ini dapat disimak di dalam Alquran surah Al-Qalam 4, dalam hal ini Allah memuji Nabi Muhammad SAW yakni “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Pujian ini pun sesungguhnya milik Allah, karena Dialah yang telah menganugerahi Nabi dengan akhlak yang sangat mulia. Artinya keluhuran budi pekerti Nabi merupakan cerminan kemahaterpujian Allah jua.
Hamdalah mengandung makna pujian dari makhluk kepada Al-Khaaliq, yakni pujian-pujian makhluk, manusia khususnya, kepada Allah SWT. Pujian ini pun pada hakikatnya adalah milik Allah jua. Dalam ibadah ritual sehari-hari seperti shalat, ibadah haji dan lain-lain sarat dengan puji-pujian kepada Allah. Bahkan dalam satu sabdanya, Nabi SAW memberikan petunjuk bahwa bagi siapa saja yang akan berdoa kepada Allah, hendaklah ia memanjatkan puji kepada-Nya dan membaca shalawat kepada Nabi lebih dahulu. Oleh karenanya kemudian dalam Ilmu Fiqh hal ini menjadi syarat perlu sebagai bagian dari etika berdoa.
Pujian itu bisa berasal dari makhluk kepada makhluk. Pujian ini pun pada hakikatnya adalah milik Allah. Kekaguman kita kepada prestasi orang lain, binatang, tumbuh-tumbuhan adalah contoh-contoh pujian yang berasal dari makhluk ditujukan kepada makhluk juga. Dalam keseharian, pujian jenis keempat ini yang paling sering kita dengar karena merupakan bumbu-bumbu kehidupan lingkungan manusia dan alam sekitarnya.
Ucapan alhamdulillah pada dasarnya merupakan ekspresi untuk memperkuat nilai-nilai ketauhidan dan menumbuhkan sikap kehambaan yang makin dalam, mestinya. Wallaahu ‘alam.
Oleh: H Lukman Abdurrahman
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/02/22/165396-memaknai-hamdallah

Mencari Kebahagiaan

Suatu hari di sebuah sungai yang cukup jernih, hiduplah seekor ikan kecil muda usia. Saat itu, siang sangat terik, Sang Ikan mencari bagian sungai yang ternaungi pohon yang rindang. Sesekali dipukulkannya ekornya pada air di sekelilingnya.

Saat Sang Ikan sibuk dengan air yang menciprati tubuhnya, tiba-tiba terdengarlah suara dari balik rimbun pepohonan, “Ayah, indah sekali pemandangan di sini, yach! Pepohonan begitu rimbun, dan air sungai ini begitu jernih,” seru seorang anak kecil pada ayahnya.

“Yach … Alhamdulillah … itulah kebesaran Allah, Nak! Ia menciptakan sesuatu tanpa cela, hanya manusia saja yang kurang bersyukur” kata Sang Ayah sambil mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut.

“Katanya air itu sangat penting, ya, Yah? Dan … tanpanya kita semua akan mati?” tanya anak kecil itu pada ayahnya.

“Ya, benar! Air itu sangat penting bagi kita. Setiap makhluk hidup membutuhkan air dan oleh karena itu kita bisa mati tanpa ada air dalam kehidupan kita, seperti juga ikan kecil itu!” seru Sang Ayah sambil menunjuk ikan kecil.

Si ikan kecil yang mengikuti percakapan antara ayah dan anak itu mendadak menjadi gelisah. “Air, apa itu air? Di mana dapat kutemukan air? Bagaimana juka aku mati bila aku tak dapat menemukan air secepat mungkin? tanya si ikan dalam hatinya sambil berenang dengan panik. Si ikan kecil berenang tanpa kenal henti.

Ketika ikan kecil mendekati hulu sungai, bertemulah ikan kecil tersebut dengan seekor ikan “sepuh”. Setelah menyampaikan salam kemudian ikan kecil itu bertanya, “Wahai ikan sepuh, dapatkah kau tunjukkan padaku, di mana air? Aku mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kita akan mati!” seru Si ikan kecil.

Ikan sepuh tersenyum bijak, kemudian berkata, “Anakku, tentu saja aku tahu di mana air, sekarang coba kau lihat samping kanan dan kirimu, lihat sekelilingmu, apa yang kau lihat?”

“Ya, ada benda yang mengelilingiku tiap waktu, kadang ia tenang dan bergelombang, dia membantuku untuk berenang, dia yang membasahi tubuhku, menghilangkan dahagaku, dan aku bisa mati kekeringan tanpa kehadirannya,” gumam Si ikan kecil.

Ikan sepuh tersenyum lagi, “Ya, itulah air yang kau cari selama ini, anakku. Itulah air yang membuat kita semua dapat mati bila hidup tanpa kehadirannya.

Si ikan kecil tertegun, kemudian tersenyum, “Terimakasih, ikan sepuh. Sekarang aku bisa menghentikan proses pencarianku. Aku bahagia bisa menemukan apa yang aku cari. Ternyata benda yang sangat penting yang selama ini aku cari sudah berada bersamaku sejak dulu tapi aku tidak menyadarinya,” ucap Si ikan kecil. Si ikan kecil kemudian memutar siripnya setelah sebelumnya berpamitan kepada ikan sepuh.

KITA MANUSIA, SERINGKALI TAK KUNJUNG MERASA PUAS AKAN PENEMPATAN YANG ALLAH BERIKAN PADA KITA. Dan kita seringkali tak sadar bahwa mungkin sebenarnya saat kita melakukan pencarian, ketika kita sedang letih … sebenarnya kita justru sedang menjalani kebahagiaan tersebut.

Karena kita seringkali tertipu, dengan arus air yang tidak selamanya tenang, karena kebahagiaan pun seringkali tidak mesti berwujud ketenangan. Karena kebahagiaan pun seringkali berwujud “riak-riak ombak” dalam kehidupan kita…. Tapi kita akan merasa bahagia bila kita nikmati dan lalui dengan sabar

Daftar Cek Masalah

Senin, 19 September 2011

Menjadi bijaksana


MENJADI BIJAKSANA
Satu ciri ketakwaan seseorang kepada Allah adalah sifat bijak dalam kehidupannya.
Yaa Ayyuhan naasu innaa khalaqnaakum min dzakariw wa untsa wa ja'alnaakum syu'uubaw waqabaa-ila li ta'aarafuu inna akramakum'indallahi atqaakum innallaha 'aliimun khabiir (Qs.Al-Hujuraat ayat 13).
"Hai sekalian manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti". Ciri orang yang bertaqwa adalah dia merupakan orang yang bijaksana. Pertanyaan pertama ketika kita bercermin adalah apakan diri ini sudah bijak, jika jawabannya belum maka jadikanlah hal ini sebagai sebuah cita-cita.

Jika ada yang mengatakan rindu pemimpin yang bijak, jika kita mengatakan bahwa bangsa ini krisis keteladanan, maka jangan mencari teladan karena susah untuk ditemukan, untuk itu yang paling mudah adalah menjadikan kita sebagai tauladan paling tidak untuk keluarga, janganlah menuntut untuk mendapatkan presiden yang bijak karena akan susah untuk didapat, karena itu yang dapat kita lakukan adalah menuntut diri kita sendiri. Orang yang bijaksana itu merupakan suatu keindahan tersendiri, misalkan ketika menjadi seorang guru yang bijak biasanya sangat disukai oleh murid-muridnya. Seorang pemimpin yang bijak biasanya ia disegani oleh kawan maupun lawan, jika orang tua bijaksana maka akan dicintai oleh anak-anaknya.

Pada dasarnya kebijakan ini tidak susah untuk dimiliki. Ud'u illa sabiili rabbika bil hikmati wal mau 'izhatil hasanati, wa jaadilhum billatii hiya ahsanu inna rabbaka huwa'alamu bi man dhalla 'an sabilihii wa huwa a'lamu bil muhtadiin. Artinya: "Serulah kepada jalan (agama) Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara sebaik-baiknya, sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk".

Sumber kearifan dan kebijaksanaan dapat datang dari :

1. Sikap hidupnya yang siddiq yaitu orang yang sangat menyukai kebenaran, sekuat tenaga hidupnya berusaha berbuat benar dan selalu ingin membuat orang menjadi benar, semangat didalam hati akan cinta terhadap kebenaran, istiqomah dalam kebenaran dan ingin orang juga memiliki sikap yang benar maka hal tersebutlah yang membuat orang menjadi bijaksana.

2. Sikap hidup yang amanah, rasa tanggung jawab karena hidup yang hanya sekali dan ingin mempertanggung jawabkan hidup ini baik sebagai anak, ayah, orang tua, anggota masyarakat, sikap amanah ini timbul dari dalam jiwa kita.

3. Sikap hidup Fathonah, berwawasan luas, berilmu luas jadi begitu banyak pilihan sikap yang merupakan buah dari kecerdasan.

4. Sikap hidup yang Tabligh adalah dapat menyampaikan sesuatu dengan baik kebenaran. Sehingga menyebabkan mendapatkan sesuatu yang diinginkan tanpa merusak tatanan yang ada.

BAGAIMANA CARA MENJADI ORANG BIJAK

1. Tidak Emosional, hal itu berarti orang yang temperamental, mudah marah, meledak-ledak, gampang tersinggung, sulit menjadi bijaksana dan hanya dapat menjadi bijak dengan pertolongan Allah dan kegigihan usaha untuk berubah, jadi orang yang bijak adalah orang yang terampil mengendalikan diri. Berhati-hatilah jika kita termasuk orang yang mudah marah maka jika bertindak biasanya cenderung tergesa-gesa. Orang-orang yang emosional tersinggung sedikit akan sibuk membela diri dan membalas menyerang, ini tidak bijaksana karena yang dicari adalah kemenangan pribadi bukan kebenaran itu sendiri.

2. Tidak egois, orang yang egois jelas tidak akan dapat menjadi bijak, karena bijak itu pada dasarnya ingin kemaslahatan bersama, orang yang egois biasanya hanya menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Rasulullah selalu hidup dalam pengorbanan, begitu pula Indonesia dapat merdeka oleh orang-orang yang berjuang penuh pengorbanan. Orang yang bijak adalah orang yang mau berkorban untuk orang lain bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri.

3. Suka cinta dan rindu pada nasihat, akan sangat bodoh jika kita masuk hutan tanpa bertanya kepada orang yang tahu mengenai hutan. Jika kita di beri nasihat seharusnya kita berterima kasih. Jika kita tersinggung karena di sebut bodoh maka seharusnya kita tersinggung jika disebut pintar karena itu tidak benar. Jika kita alergi terhadap kritik, saran, nasehat atau koreksi maka kita tidak akan bisa menjadi orang yang bijak. Jika seorang pemimpin alergi terhadap saran atau nasehat, bahkan memusuhi orang yang mengkritik, maka dia tidak akan pernah bisa memimpin dengan baik.

4. Memiliki kasih sayang terhadap sesama, Rasa sayang yang ada diharapkan tetap berpijak pada rambu-rambu yang ada seperti ketegasan. Diriwayatkan bahwa orang yang dinasehati oleh Rasulullah secara bijak berbalik menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Orang-orang yang bijak akan sayang terhadap sesama. Berbeda dengan orang-orang yang hidup penuh dengan kebencian, dimana kepuasan bathinnya adalah menghancurkan orang lain. Pemimpin sebaiknya memiliki kasih sayang yang berlimpah tidak hanya pada waktu kampanye saja. Kasih sayangnya juga tidak hanya untuk satu pihak atau kelompok melainkan merata untuk semua golongan.

5. Selalu berupaya membangun, Orang yang bijak tidak hanyut oleh masa lalu yang membuat lumpuh tetapi selalu menatap ke depan untuk memperbaiki segalanya. Orang yang bijak akan membangkitkan semangat orang yang lemah, menerangi sesuatu yang gelap. Jika melihat orang yang berdosa, maka ia akan bersemangat untuk mengajak orang tersebut untuk bertaubat. Orang yang bijak ingin membuat orang maju dan sangat tidak menyukai kehancuran dan kelumpuhan kecuali bagi kebathilan. Semangat orang yang bijak adalah semangat untuk maju tidak hanya untuk dirinya tetapi juga bagi orang lain disekitarnya.

Jadi yang dibutuhkan pada seorang pemimpin bijak adalah pribadi yang tidak emosional, tidak egois, penuh kasih sayang, cinta akan nasihat dan memiliki semangat terus menerus untuk membangun dirinya, ummat serta bangsa ini, dia tidak akan peduli walaupun dibalik kebangkitan yang ada dia mungkin akan tenggelam. Pemimpin yang bijak tidak peduli akan popularitas dan tidak peduli dengan adanya pujian manusia karena kuncinya adalah ketulusan dan tidak mengharapkan apapun dari yang telah di lakukan, adalah tidak akan bisa bijak jika kita mengharapkan sesuatu dari apa yang kita lakukan. Kita hanya akan menikmati sikap bijak jika kita bisa memberikan sesuatu dari rizki kita, bukannya mengharapkan sesuatu dari yang kita kerjakan.
Alhamdulillaahirobbil’alamin



Kamis, 05 Mei 2011

Pendidikan Anak dalam Kandungan


PENDIDIKAN ANAK DALAM KANDUNGAN

Menurut penelitian ilmiah terbaru, anak-anak dapat dididik sejak masih dalam kandungan, karena selama dalam kandungan, otak dan indra pendengaran anak sudah mulai berkembang, mereka dapat merasakan apa yang terjadi di luar kehidupan mereka, sementara yang mempengaruhi otak dan indera pendengaran bayi di dalam kandungan antara lain emosi dan kejiwaan ibu, rangsangan suara yang terjadi di sekitar ibu, juga nutrisi yang ibu konsumsi, harus terjaga agar selama hamil, tidak stress, karena stress dapat berpengaruh terhadap bayi yang sedang dikandung. Ibu hamil yang stress dapat melahirkan bayi yang bermasalah, juga asupan gizi yang tidak sehat akan dapat mempengaruhi otak janin, hal tersebut dapat terlihat setelah dilahirkan, atau ketika ia tumbuh besar.

Setiap ibu dipastikan menginginkan bayinya lahir dengan selamat, tumbuh dengan sehat dan cerdas, maka untuk mendapatkan hal itu, seorang ibu bisa memulainya dengan mendidik bayi dalam kandungan.

William Sallenbach (1998) yang menyimpulkan bahwa periode pralahir merupakan masa kritis bagi perkembangan fisik, emosi dan mental bayi. Ini adalah suatu masa di mana kedekatan hubungan antara bayi dan orangtua mulai terbentuk dengan konsekuensi yang akan berdampak panjang terutama berkaitan dengan kemampuan dan kecerdasan bayi dalam kandungan.

Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pralahir. Tidak hanya itu, pendidikan pralahir menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni :
  1. Penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan (QS Al Isra’ 17:32).
  2. Dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan baca basmallah.
  3. Setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan kemudian mudghah (segumpal daging) (QS Al Mu’minun 23:12-14), maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
Pada dasarnya pendidikan dalam kandungan/pralahir berarti mendidik ibu yang sedang mengandung bayinya yang secara garis lurus akan tertuju pada bayi yang sedang di kandung. Berikut ini beberapa point pendidikan dalam kandungan yang dapat dijalani semua ibu yang sedang mengandung maupun yang belum, diantaranya :
  1. Berpikir positif dan berperang melawan emosi diri sendiri. Ibu yang berfikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu dan pendidikan yang benar dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu kondisi fisik dan kejiwaan sang ibu harus prima selama mengandung serta berusaha menjaga keharmonisan dengan pasangan dan berusaha menghindari konflik dengan pasangan, dengan demikian diharapkan akan melahirkan bayi-bayi yang kuat. Sebaliknya bila ibu berpikir negatif dan tidak berusaha menghindari konflik, maka akan lahir bayi-bayi yang lemah dan akan berpengaruh pada emosi kejiwaan mereka.
  2. Stimulasi kandungan dengan elusan dan tepukan halus. Hal ini bisa dilakukan ketika si janin mulai menendang perut ibu, balaslah dengan tepukan halus dimana ia menendang. Hal ini akan mengajarkan kepadanya bahwa setiap tindakannya akan mendapat respon dari ibunya.
  3. Selalu mengajak bayi berbicara. Semakin ibu komunikatif, semakin cepat bayi belajar untuk mengerti setiap kata yang ibu sampaikan, karena di dalam perut ibu, indera pendengaran bayi sudah mulai berfungsi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperdengarkan musik bernuansa Islami agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga dapat menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan bahasanya kelak.
  4. Perbanyak berdoa. Ini merupakan hal terpenting dalam kehidupan kita, apalagi bila ibu sedang mengandung, ada kehidupan lain di dalam perut ibu, hanya Tuhan yang mampu memberikan itu semua, perbanyaklah ibadah, sering-seringlah mengaji, baik untuk ketenangan bayi yang ada dalam kandungan ibu atau untuk ketenangan ibunya sendiri. Alunan suara ibu yang sedang mengaji, akan membuat bayi tenang juga menstimulasi otak dan pendengarannya
  5. Perbanyak belajar. Carilah kegiatan belajar sendiri, apapun itu. Walaupun janin tidak akan belajar secara langsung dari aktifitas sang ibu, akan tetapi perilaku mental ibu yang sehat akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi janin dan hal itu akan memberinya fondasi perilaku yang positif terhadap pembelajaran setelah dia lahir.
Peran (calon) ayah dalam hal ini tidak kalah pentingnya. Karena tidak sedikit perilaku mental (calon) ibu yang tertekan ditimbulkan oleh perilaku ayah yang kurang menunjukkan dukungan moral pada ibu yang sedang mengandung. Istri yang hamil secara fisik umumnya kurang fit. Adalah tugas suami untuk memberi dukungan penuh untuk menjamin kondisi mental istri dalam kondisi stabil sampai janin lahir ke dunia.

Apabila segala usaha sudah dijalankan secara maksimal (QS Al Anfal 8:60), maka tawakkal adalah pola pikir paling positif yang disukai Allah (QS Ali Imron 3:159) sambil menunggu kelahiran sang buah hati.andungan, karena selama dalam kandungan, otak dan indra pendengaran anak sudah mulai berkembang, mereka dapat merasakan apa yang terjadi di luar kehidupan mereka, sementara yang mempengaruhi otak dan indera pendengaran bayi di dalam kandungan antara lain emosi dan kejiwaan ibu, rangsangan suara yang terjadi di sekitar ibu, juga nutrisi yang ibu konsumsi, harus terjaga agar selama hamil, tidak stress, karena stress dapat berpengaruh terhadap bayi yang sedang dikandung. Ibu hamil yang stress dapat melahirkan bayi yang bermasalah, juga asupan gizi yang tidak sehat akan dapat mempengaruhi otak janin, hal tersebut dapat terlihat setelah dilahirkan, atau ketika ia tumbuh besar.
”Bahagiakanlah istri kita bila mereka mengandung demi kenyamanan istri dan bayi yang dikandungnya”



Rabu, 30 Maret 2011

Ketauladanan Guru


MENGINTIP JEJAK  KETAULADANAN GURU

By : H. Lukman Nur Hakim, S.Pd., S.Psi.

Ketika ada ungkapan “ guru kencing berdiri murid kencing berlari”,  maka benar adanya bahwa contoh yang dilihat oleh anak akan dilakukan dengan yang sama atau bahkan lebih buruk dari itu. Pemeo ini sangat kental didengar. Fenomena sosok seorang guru yang hampir tidak terpisahkan antara pribadi dan profesionalisme tugas yang diemban. Dekade sekarang ini ada persoalan krisis ketauladanan yang dialami oleh anak-anak, baik ketauladanan para orang tua, guru dan teman sebaya. Persoalan semacam ini muncul dalam diskusi siswa dan pembicaraan orang tua. Disadari maupun tidak perkembangan pergaulan yang sekarang  dilakukan oleh anak-anak di lingkungan teman bermainnya sangatlah merisaukan  orang tua.
Masa anak-anak  merupakan masa bermain, masa dalam buaian kedua orang tuanya, dan pada saat ia berada pada usia belajar, hendaknya orang tua mempunyai suatu metode untuk memperbaiki, meluruskan kepincangan, dan mendidik budi pekerti, sehingga anak dapat tumbuh kembang dengan landasan pola pikir yang cerdas  dan mempunyai nilai-nilai adab sosial yang tinggi.
Seorang pendidik mempunyai metode  dan cara yang spesifik untuk memperbaiki dan mengajar anak. Jika memang cukup dengan nasehat yang lemah lembut, maka seorang guru tidak  beralih ke cara lain dengan meningggalkan dan memboikotnya. Demikian pula jika memang sudah cukup dengan cara pemboikotannya, maka tidaklah beralih ke cara lain, yakni dengan mencubitnya. Metode guru yang menggunakan kasih sayang dalam mengajar sangat arif menjadi pilihan. Sehingga guru disukai dan dicintai oleh anak-anak.

Fase Perkembangan Anak
Kalau kita tengok masa pendidikan pada anak dan dalam proses perkembangannya  terbagi dalam 4 (empat) fese.
Fase pertama, anak usia 7- 10 tahun, disebut masa tamyiz (masa Prapubertas). Pada usia ini anak mulai belajar di tinggkat SD. Pada saat inilah guru mengajarkan tentang etika (baik dan jelek),  meminta ijin ketika hendak pergi dari rumah atau main ke rumah teman dan melihat sesuatu yang ada di sekelilingnya mana yang harus ditiru dan tidak. Masa ini juga bisa disebut dengan masa modeling.
Modeling (Meniru) merupakan masa perkembangan pada anak-anak yang harus diperhatikan, bila anak dalam masa modeling itu akan mencari figur para  tokoh-tokoh kartun, tentu anak akan diarahkan pada gaya-gaya yang dilakukan dalam film kartun yang ia tonton setiap hari. Ataukah  anak akan meniru kehidupan artis yang  memamerkan gaya hidupnya, atau anak akan mencari figur kedua orang tuanya. Disinilah peran semua elemen masyarakat dibutuhkan untuk saling menjaga lingkungan dari patologi sosial demi mewujudkan masyarakat madani.
Fase kedua disebut dengan fase murahaqah (masa peralihan atau pubertas), anak usia 10 – 14 tahun, usia anak belajar di SD dan SMP. Pada masa  pubertas awal ini,  seorang guru biasanya akan memberikan  pendidikan  tentang seks, dimana anak-anak jangan sampai masuk dalam jurang kemaksiatan yang nanti akan merusak cita-cita yang dibangun sejak kecil. Bahaya AIDS dan penyakit-penyakit lainnya yang akan menghancurkan masa depannya. Kelainan-kelainan seks yang harus diketahui oleh seorang anak sehingga anak tidak masuk dalam kelompok pergaulan bebas (mkasudnya : remaja penganut seks bebas)
Pada masa ini pula anak rentan  dengan  NARKOBA, anak mulai belajar merokok dan mencoba meminum-minuman keras. Sungguh sangat berat sekali beban seorang guru, ketika  mengarahkan anaknya supaya tidak merokok dalam sekolah dan di luar sekolah, tetapi di lingkungan anak-anak bermaian sudah terbentuk lingkungan nikotin (pecandu rokok), lingkungan yang melegalkan  merokok dimana-mana. Apalagi seorang guru yang menjadi penganut aliran faham kretek dan filter,  disatu sisi Guru mengarahkan siswa tidak boleh merokok dalam sekolah. Ia malah enak-enakan merokok di dalam ruangan guru, lalu yang menjadi pertanyaan, bisakah dunia ini sehari tanpa asap rokok …………….???? !!!!!!!!!!!!!!!!!.
Fase  ketiga, usia 14-16 masa siswa di SMA. Pada masa ini disebut juga masa Baligh (masa adolesen),  kebiasaan pada saat usia anak di SMA ada bebarapa perubahan yang harus dipelajari ataupun anak harus tahu. Persoalan yang petama adalah belajar penyesuain diri di lingkungan yang baru. Seorang guru akan selalu mengarahkan anak didiknya, jangan sampai anak terlalu lama dalam proses belajar penyesuai diri.anak selalu diingatkan, ada masa-masa penyesuaian ada pula masa pembelajaran akademik. Bila siswa dalam penyesuaian diri mengalami keterlambatan, maka dalam proses pembelajaran siswa juga akan  mengalami masalah dalam bidang akademiknya.
Menanamkan kepercayaan diri pada anak yang baru masuk dalam bangku SMA, perlu adanya perhatian yang ekstra pula, apalagi siswa yang jarak sekolah dengan rumahnya cukup jauh, tentu akan menelan waktu yang cukup lama dalam proses belajar penyesuain diri dengan lingkungan yang baru.. Perbedaan  kondisi lingkungan yang baru, teman baru, membutuhkan anak untuk memahami lingkungan yang baru pula.
Masa SMA sering dikatakan oleh  anak-anak masa yang paling menyenangkan. Dimana masa ini kebanyakan anak-anak mulai mengenal teman lawan jenisnya, tetapi bila  pergaulan mereka tidak dibatasi oleh norma agama dan adat maka kebayakan dari mereka tidak bisa menamatkan  sekolahnya (drop out).  Kalau kita lihat pula ada  beberapa sekolah yang siswanya tidak bisa menamatkan sekolah, karena dalam dirinya bernyawa dua, dan tidak bisa konsentrasi di kelas disebabkan  rasa mual yang dialaminya setiap hari, sehingga masa remajanya Suul Khotimah (berakhir dengan tidak baik).
Fase yang ke-empat adalah masa pemuda,  pendidikan yang sangat penting pada masa ini adalah pembelajaran tentang isti’faf  (menjaga diri dari perbuatan tercela),  jika belum mampu melangsungkan pernikahan. Faktor terpenting  dalam mejaga  perbauatan tercela adalah menahan penglihatan, yang merupakan gejolak awal timbulnya syahwat pada manusia, bila  dalam dirinya bisa menjaga dari penglihatan, tentu akan bisa mempertahankan diri dari perbuatan tercela.
Seorang guru yang juga manusia biasa, kadang  kala bisa lupa untuk membedakan antara anak didiknya  dengan gadis yang bukan muridnya. Gaya siswa sekarang hanya menjadi siswa di sekolah, setelah pulang perubahan langsung nampak pada dirinya, pakaian kebesaran sebagai seorang pelajar langsung berubah menjadi gadis yang memamerkan lika-liku bodi tubuhnya yang mungil. Tetapi seorang guru  yang setiap hari melihat kecantikan para muridnya di depan kelas, akan mengatakan  ini merupakan kebesaran Tuhan yang telah menciptakan manusia yang cantik. Sungguh beban  sangat berat bagi seorang guru laki-laki yang diperlihatkan gadis-gadis cantik muridnya di depan kelas.

Mengenalkan Emosi Anak

Guru merupakan tempat  pertama dalam hati anak setelah kedua orang tua yang mengenalkan belajar, baik belajar komunikasi dan berlatih penyesuaian diri. Seorang guru yang terus melatih anak dalam menghadapi tantangan untuk mencari kesempurnaan sering dihantui dengan kegagalan dan ketakutan dan tidak mampu menjalaninya. Melatih anak  untuk belajar mengulang-ulang yang sering gagal merupakan awal anak diajarkan untuk berani gagal dan mengulang kembali. Ketika anak dibiarkan duduk dalam kursinya saja, bengong tidak bersemangat dan gembira karena kecapaian ataupun sedang marah yang terbawa dari di rumah sisa dari proses pembelajaran yang membekar dari sang guru. Sentuhan guru bisa membangkitkan keceriahan dan semangat belajar.
Melatih emosional pada anak dibutuhkan bimbingan yang intensif, jika orang tua mendidik anaknya sendiri tanpa sentuhan, bantuan kata, dan motivasi dari guru tentu sangat sulit, kebiasaan mendidik yang dilakukan orang tua kepada anaknya sering mengedepankan perasaan dan emosional, yang berakhir dengan kemarahan (anak menangis).  Sentuhan guru dan kata-kata manis  yang keluar dari mulutnya biasanya akan menghipnotis anak, sehingga guru bisa menjadi idolanya. Terbukti nasehat guru akan lebih ditaati dari pada orang tuanya.

 

Ketauladanan Guru

Krisis  ketauladanan  yang terjadi pada anak perlu secepat mungkin diatasi. Ketika anak dalam proses menuju dewasa tidak ada yang menjadi tauladan bagi hidupnya, maka ia akan hampa dan rasa putus asa serta tidak bersemangat dalam menjalankan aktivitas kesehariaannya.
Bila kita lihat, menu  acara yang dilakukan anak, kebiasaan dalam dirinya sering disibukan dengan permaianan-permaianan yang kurang melatih psikomotoriknya. Anak akan lebih suka dengan permainan buatan Cina dan Jepang daripada mainan yang dibuat oleh  orang tuannya yang berasal dari  bahan-bahan yang sudah tidak terpakai. Padahal permaianan yang dibuat oleh orang tuanya akan melatih kreativiatas dan emosional pada anak.
Peran guru yang akan menjadi figur ketauladanan anak kadangkala sukses dalam mengahantarkan anak orang lain dan gagal dalam menghantarkan  anaknya sendiri menuju prestasi, karena biaya pendidikan yang melambung tinggi. Di sisi lain guru yang menjadi tauladan anak, disibukan dengan tugas-tugas keluarga yang kian hari terus mencekik lehernya, dengan segudang tanggungan yang harus dia pikul, sedangkan tuntutan ketauladanan harus ia wujudkan dalam kehidupan sekolah, rumah dan  masyarakat.
Ketika guru sedang menangis, menjerit oleh permintaan proposal peralatan dapur serta isinya oleh istri yang selalu mencuci baju PSH-nya. Kegelisahan dan kepenatan terkadang terbawa dalam dirinya dan sering menyatu ketika sedang mengajar. Tetapi dalam prinsip mengajar bukanlah “Berlomba Mencari Nafkah Melainkan Mencari Ketauladanan”.  Semangat  cita-cita dalam mengentaskan kebodohan sebagai prinsip hidup dan semboyan seorang guru.
Pahlawan yang banyak jasanya, akan selalu di ingat oleh semua siswa dan akhir dari hidupnya akan selamanya terkenang sebagai pejuang pencerdas bangsa.


Kamis, 24 Maret 2011

POST POWER SINDROME


POST-POWER SINDROME
 Lukman Nur Hakim

Bekerja adalah suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan hidup. Bekerja juga merupakan rangkaian ibadah untuk mengabdi kepada Tuhan. Bekerja dengan dilandasi skill maka akan menemukan banyak kemudahan. Bekerja dengan rasa kecintaan pada bidang yang digelutinya akan mendatangkan kesuksesan dan kenyamanan sehingga orang dengan mudah dipromosikan, memiliki komunikasi sosial yang terbuka, dan mendapatkan kedudukan di tengah masyarakat. Tetapi dengan bekerja dapat pula membawa pada masalah besar ketika terjadi pemberhentian di tengah-tengah kenikmatan bekerja. Sedangkan tidak bekerja karena pensiun, tidak menjabat lagi pada umumnya ditanggapi oleh banyak orang dengan perasaan  negatif dan cenderung secara mental belum siap menerima perubahan itu. Mereka benar-benar mengalami shock (kejutan mental hebat) karena dianggap sebagai kejadian  yang merugikan, menimbulkan aib/kenistaan, dan dianggap sebagai hal yang memalukan yang dapat mengakibatkan degradasi sosial. Realita di lapangan menunjukkan bahwa orang-orang yang dikenakan PHK ataupun para pensiunan cenderung mengalami penyakit mental yang akhirnya berdampak pada psikis mereka.

Di sisi lain, menganggur dapat menimbulkan perasaan-perasaan   inferior   (minder, rendah   diri),   rasa   tidak berguna, tidak dipakai lagi, dan tidak dibutuhkan; juga menimbulkan banyak frustrasi. Bagi orang-orang yang sudah pensiun (mantan pegawai, purnawirawan) yang sudah dirumahkan, segala fasilitas jabatan, kemudahan birokrasi, pujian,  serta kemewahan yang biasa diterima sewaktu masih menjabat dahulu semuanya sudah habis. Perasaan kehilangan semua fasilitas dan keenakan yang pernah didapatkan dirasakan sebagai beban mental yang berat membebani psikis. Secara umum orang belum bisa menerima perubahan dari yang dulu menjadi (pejabat yang disegani) dan sekarang tidak menjadi (bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa).

Manusia yang bermental lemah dan belum siap secara psikis menghadapi masa pensiun akan mengalami pukulan batin apalagi apabila terjadi pencopotan jabatan yang tidak terhormat maka akan tercabik-cabiklah mentalnya di seluruh masa hidupnya. Pada awalnya bermunculanlah gejala psikis seperti perasaan sedih, takut, cemas. rasa inferior/rendah diri, tidak berguna, putus asa, bingung, yang semuanya jelas mengganggu fungsi-fungsi kejiwaan dan organiknya. Maka tidak lama kemudian semua simptom itu akan berkembang menjadi satu kumpulan penyakit dan kerusakan-kerusakan fungsional. Orang tersebut akan mengalami sakit secara berkepanjangan dengan macam-macam komplikasi;   yaitu  menderita   penyakit   post-power   syndrome (sindrom purna-kuasa atau sindrom pensiun).

Siapa pun harus mengenali penyakit mental ini agar kita bisa menghindarinya. Syndrome/sindrom adalah sekumpulan kompleks gejala penyakit (symptoms) yang saling berkaitan berupa reaksi somatis (tubuh) dalam bentuk tanda-tanda penyakit, luka-luka, atau kerusakan-kerusakan. Post-Power Syndrome adalah reaksi somati­sasi dalam bentuk sekumpulan simptom penyakit, luka-luka, dan kerusakan-kerusakan fungsi-fungsi jasmani dan mental yang progresif, karena orang yang bersangkutan sudah tidak bekerja pensiun. tidak menjabat, atau tidak berkuasa lagi. Simptom-simptom penyakit ini pada intinya disebabkan oleh banyaknya stress (ketegangan, tekanan batin), rasa kekecewaan, kecemasan dan ketakutan, yang mengganggu fungsi-fungsi organik dan psikis, sehingga mengakibatkan macam-macam penyakit, luka-luka dan kerusakan yang progresif (terus berkembang/meluas). Sindrom purna kuasa tersebut banyak diidap oleh para pensiunan,  Kemudian mereka tidak mampu melakukan adaptasi yang sehat terhadap tuntutan kondisi hidup baru.

Gejala psikis dan fisik yang sering tampil antara lain ialah: layu, sayu, lemas, apatis, depresif, semuanya "serba-  salah"; tidak pernah merasa puas, dan berputus asa. Atau tanda-tanda sebaliknya, yaitu menjadi mudah ribut, tidak toleran, cepat tersinggung, gelisah, agresif, dan suka menyerang baik dengan kata-kata atau ucapan-ucapan maupun dengan benda-benda, dan lain-lain. Bahkan tidak jarang menjadi beringas, setengah sadar. Kondisi   psikis sedemikian ini jika tidak bisa dikendalikan oleh si pelaku sendiri, bahkan juga tidak bisa diperingan dengan bantuan medis dan psikiatris, maka menjadi semakin gawat, dan pasti akan memperpendek umur penderitanya.

Perasaan-perasaan negatif. terutama keengganan me­nerima situasi baru dengan kebesaran jiwa, pasti menimbul-kan banyak stress, keresahan batin, konflik-konflik jiwani, ketakutan. kecemasan, rasa inferior, apatis, melankholis dan depresi, serta macam-macam ketidakpuasan lainnya. Jika semua itu berlangsung berlarut-larut, kronis berkepanjangan. maka jelas akan menyebabkan proses dementia (kemunduran mental) yang pesat. dengan menyandang kerusakan-kerusakan pada fungsi-fungsi organis (alat/ bagian tubuh) dan fungsi-fungsi kejiwaan yang saling berkaitan. dan kita kenal sebagai gejala post-power syndrome.

Tentunya bagi mental sakit ini telah ada solusinya. Namun terkadang manusia tidak menyadarinya ketika dia masih asyik masyuk bekerja. Persiapan mental untuk dapat menerima apapun yang akan terjadi merupakan cara merawat mental agar tetap sehat. Islam telah  mengajarkan dan mengingatkan manusia tentang takdir ”Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (QS. Qomar 49). Sayid Sabiq mengartikan takdir adalah suatu peraturan yang telah dibuat oleh Allah SWT  untuk segala yang ada  di alam semesta ini. Imam Nawami menambahkan takdir itu sendiri telah ditulis sejak sebelum manusia dilahirkan. Allah mengetahui apa saja yang akan terjadi sesuai dengan waktu yang telah ditetap atau digariskan-Nya. Dalam falsafah Jawa ”nrima ing pandum” akan membuat manusia menjadi nyaman dan tidak mudah putus asa.

Mengatasi Post-Power Syndrome

Terapi untuk meringankan gejala-gejala sindrom pensiun dan untuk memperoleh kembali kesehatan jasmani serta kesejahteraan jiwa mengarah pada integrasi struktur kepribadian, menurut Kartini Kartono (2000) dalam bukunya  Hygiene Mental disarankan  melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Mau menerima semua kondisi baru. yaitu masa pensiun/ purnakarya tersebut dengan perasaan rela, ikhlas, lega, bahagia, karena semua tugas-tugas pokok selaku manusia dan pejabat sudah selesai. Maka kini tiba saatnya pribadi yang bersangkutan belajar menyesuaikan diri lebih baik lagi terhadap tuntutan situasi-kondisi baru yang masih penuh tantangan, yang harus dijawab dan dijalani.

(2) Masa purnakarya ini diantisipasikan sebagai pengalaman baru, atau sebagai satu periode hidup baru, yang mungkin masih akan memberikan kesan-kesan indah dan menakjubkan di masa mendatang. Pribadi yang bersangkutan harus bisa menerima, bahwa masa lampau memang sudah lewat, dan harus dilupakan atau dilepaskan dengan perasaan tulus ikhlas. Dan tidak mengharapkan pengulangan kembali pengalaman lama dengan rasa kerinduan mitis (mitos) atau secara sentimentil.

(3) Segala kebahagiaan, dan puncak kehidupan yang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, juga semua ujian dan derita-nestapa sudah dilalui dengan hati pasrah. Namun perjalanan hidup seterusnya masih harus dilanjutkan dengan ketabahan dan rasa tawakal. Sebab pada masa usia tua ini masih saja ada misi-misi hidup yang harus diselesaikan sampai tuntas; di samping harus memberikan kebaikan dan kecintaan kepada lingkungan sekitar.  

(4) Peristiwa kepurnakaryaan supaya diterima dengan kemantapan hati sebagai anugerah Ilahi, dan sebagai kebahagiaan yang diberikan oleh lingkungan masyarakat manusia sebagai edisi hidup baru yang harus diisi dengan darmabakti dan kebaikan. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan oleh para mantan pada sisa hidupnya yang sudah "senja". Tetapi setidak-tidaknya seperti keindahan panorama senja yang masih memberikan kecemerlangan mistis yang gilang-gemilang, memberikan kebaikan kepada anak-cucu, generasi penerus serta masyarakat pada umumnya.  

(5) Sebaiknya  tidak melakukan pembandingan dengan siapa atau apapun juga; sebab usaha sedemikian itu akan sia-sia, dan menjadikan hatinya "nelangsa", serta meratap sedih, ngresula/kecewa. Ada kalanya bisa memacu diri-nya untuk berbuat "ngaya" di luar batas kemampuan sendiri dan tidak wajar. Setiap relasi sosial yang baru di masa sekarang, sudah tidak lagi dibebani oleh ikatan dan kekecewaan macam apapun. Hidup ini dihadapi dengan hati tulus, polos, sabar, narima, jernih.

(6) Membebaskan diri dari nafsu-nafsu, ambisi-ambisi, keinginan berkuasaan atau nafsu untuk memiliki. Apa yang didambakan dalam sisa hidup sekarang ialah: tenang, damai dan sejuk di hati. Kalbunya sudah mantap, tidak terbelah oleh macam-macam kontradiksi, ambisi, dan fikiran khayali. Sebab sekarang sudah menjadi pribadi yang mampu menyambut akhir hayat dengan senyum dan kemantapan.

Bagi jiwa-jiwa yang menerima, maka segala apa pun yang kan terjadi di depannya akan mampu dihadapi dengan besar hati. Karena dari setiap kejadian pasti ada hikmah yang menyertainya. Setiap kita hendaknya sadar bahwa dimensi kesehatan bukan hanya jasmaniah saja, tetapi rohani (mentalitas) juga memegang peranan penting (important role) dalam menentukan kesehatan seseorang. Awali segala sesuatu dengan pikiran positif (positive thingking/huznudzon) sehingga mental-mental positif dalam diri kita akan tumbuh dengan subur. Mari kita wujudkan cita-cita Indonesia Sehat dimulai dari diri kita masing-masing, keluarga dan lingkungan sekitar kita.

Staff Pengajar UPS
Ketua Lakpesdam NU Brebes